(Cerita dari Montenegro) Kota itu Bernama Kotor



Lonceng gereja orthodox itu berdenting 5 kali ketika saya bergegas meninggalkan area kota tua Kotor di Montenegro menuju terminal bis dengan tujuan berikutnya, yaitu negara Serbia. 
Setiap alunan dentingnya mengiringi langkah saya seakan mengucapkan selamat jalan, saya pun membalasnya dengan bisikkan dalam hati bahwa kelak saya akan merindukan kenangan berada di kota ini.





Kotor bukan sembarang kotor seperti arti harafiah dalam bahasa Indonesia dan Melayu, Kotor adalah nama kota di negara Montenegro yang merupakan tujuan utama wisatawan mancanegara. 
Keindahan sudah pasti bukan isapan jempol dan tak perlu dipertanyakan, teluk Kotor sempat sukses membuat Italia, Bulgaria, Serbia, Bosnia, Kroasia, Austria bersitegang karena memperebutkan teluk ini, hingga pada Perang Dunia I jatuh ke tangan Montenegro. 


Disebut-sebut sebagai The New Dubrovnik, pamor kota Kotor memang lambat laun semakin terdengar di mancanegara dari terlihat banyaknya paket one day trip yang dijual di Dubrovnik untuk mengunjungi Kotor. What ? One day trip? U gotta be kidding, karena 3 hari saya berada di Kotor rasanya pun tidak puas.





Dengan tiket bis seharga €12 untuk perjalanan sejauh hampir kurang lebih 3 jam dari kota Dubrovnik menuju kota Kotor, melewati 2 checking border yaitu border saat meninggalkan kota Kroasia lalu beberapa meter setelah itu kembali untuk pengecekkan dokumentasi di border masuk negara Montenegro. 

Pak polisi berseragam dan berbadan tegap tanpa senyum naik ke atas bis yang kami tumpangi seraya mengecek dan mengumpulkan ID Card ataupun paspor yang merupakan identitas para penumpang sebelum masuk ke area negaranya. 

Tunggu punya tunggu, 15 menit sudah kami menunggu dan pak polisi belum kembali naik ke atas bis untuk mengembalikan surat-surat tersebut, malah pak supir meneriakkan nama saya untuk supaya segera saya turun dari bis dan menuju loket keimigrasian, "duh apa pula lagi ini" pikir saya, karena saya yakin sekali bahwa walaupun paspor saya Indonesia namun saya memiliki ID Card residensi tinggal di Belgia yang adalah bagian dari EU, seharusnya tidak menjadi masalah. 

Ah sudah lah percaya diri saja quesera sera , sesampainya di loket polisi berbadan tegap itu, ternyata beliau hanya ingin mengkonfirmasikan dan wawancara singkat bahwa benar adanya jika saya adalah warga negara Indonesia dan tinggal resmi di Belgia. Malah si polisi itu justru sambil senyum dan berseru "oh Indonesia, ok" , entahlah maksudnya apa. 
Ah lega.....suka tak suka, senang tak senang, traveling dengan paspor hijau tanah air memang ada sensasi nya tersendiri yang tentunya memacu adrenaline. 


Selepas meninggalkan area keimigrasian, bis pun kembali melaju dan kali ini saya bisa dengan bangga berkata "Welcome in Montenegro - Wild Beauty" , jargon yang sering terdengar pada video pariwisata di TV dan media. 

Kata Montenegro yang terdengar indah pelafalannya ini berarti Pegunungan Hitam karena memang dikelilingi undak-undakkan gunung batu berwarna hitam. Cuaca kala itu gerimis disertai petir, membuat perasaan jadi semakin tak menentu, berasa misterius karena pemandangan di balik kaca bis adalah gunung-gunung batu tersebut disertai sekali-kali kubahan air yang terbentuk di tengah-tengahnya. Sekilas nampak seperti Fjord di Norwegia dalam skala lebih kecil, sesekali terlihat sosok kapal pesiar berbadan besar dari nama perusahaan terkenal parkir di teluk nya. 




Saya pikir setelah melewati border masuk negara Montenegro, kota Kotor yang menjadi tujuan saya tak terlalu jauh, ternyata perkiraan saya salah, paling tidak nyaris 2 jam lagi waktu yang mesti ditempuh, semata karena kontur jalanan yang memutar naik dan turun. Tak ada pilihan lain selain bersabar tetap duduk manis di bis walaupun pinggang pinggul dan betis pegal-pegal.

Behind every great adventure, is a great night's sleep
Pilihan yang tepat adalah ketika saya memilih tinggal di dalam kota tua saat berada di kota Kotor, saat kaki ini melangkah masuk di antara 2 pintu gerbang tinggi besar terbuat dari besi, seketika itu juga saya seperti memutar waktu kembali ke masa peradaban kuno, visualisasi yang terbentuk saat itu adalah seperti serial tv kesukaan saya, Spartacus.

Mencari dimana letak hotel yang telah saya pesan sebelumnya merupakan masalah lain yang timbul ketika gank-gank kecil di dalam kota tua yang berbentuk bagai labirin itu membuat kita mudah tersesat, apalagi untuk pendatang baru, membaca peta dengan lihai wajib hukumnya untuk dapat menemukan alamat tersebut, untunglah travel partner saya gak diragukan lagi keahliannya untuk yang satu itu :-)


Akomodasi tersebut terletak persis di belakang gereja St Luc yang setiap jam nya terdengar dentingan keras lonceng dari atas menara nya, alarm untuk bangun pagi pun tak diperlukan lagi karena ada alarm alami yang siap membangunkan dari tidur nyenyak sekalipun.
Sarapan pagi yang disediakan oleh pemilik hotel adalah ber menu kan pizza dan se sloki kecil liquor Brandy, terdengar aneh? Nope...ternyata menikmati alkohol saat makan pagi adalah ritual para lelaki yang tinggal di negeri-negeri Balkan, tentu saja saya pun tak melewatkan kesempatan tersebut, apalagi hujan keras dan angin membuat tubuh sekejab menjadi hangat berkat si Brandy itu. 

Berlama-lama duduk di kafe teras tempat saya menghabiskan sarapan pagi rasanya menyenangkan dan membuat saya betah, bagaimana tidak jika dari tempat inilah saya bisa menikmati aktifitas pagi hari penduduk lokal, ada anak-anak kecil dengan pakaian bersih dan rapi dengan payung di tangan siap berangkat ke sekolah, ada wanita muda dengan jaket warna mustard cerah siap berangkat ke kantor dan juga bersliweran nya ibu-ibu yang mungkin akan menuju ke pasar, bahkan seorang pastur lengkap dengan pakaian dinas putih panjang sampai kaki pun melewati teras tempat saya duduk ini, dengan simpatiknya, beliau melemparkan senyum dan menggaguk seakan mengucapkan 'semoga harimu menyenangkan' . Dari teras inilah saya merasakan detak nadi kota Kotor.


Semenjak saya tiba di negeri ini, cuaca benar-benar tidak bersahabat, walaupun demikian hujan yang tak berhenti semenitpun itu membuat kota Kotor justru menarik, wangi harum tanah yang tersiram air dari langit dan dinding-dinding bangunannya yang terbuat dari batu ratusan tahun basah terkena air air hujan .


The Artful Iconic Sights
Bangunan yang paling mengesankan di kota ini yang juga merupakan favorit saya adalah Gereja Katedral St Triphon yang dibangun sejak abad 12 silam, letaknya tepat di alun-alun dan latar belakangnya yang adalah pegunungan bagaikan pigura yang membingkai bangunan ber gaya Baroque ini, puluhan turis kerap kali berdiri di depan bangunan ini sekedar untuk mengabadikan dalam bentuk foto.









Facts About City of Kotor, Montenegro

1. Mata uang: Euro €

2. Kode telepon : +382

3. International Airport: Tivat Airport ( 8 kilometer dari kota Kotor)

4. Terminal bus umum di kota Kotor: Terminal bus umum kota Kotor terletak tidak jauh dari pintu masuk kota tua Kotor, dapat ditempuh dengan berjalan kaki kurang dari 10 menit. Di terminal ini banyak bis yang menghubungi kota-kota domestik Montenegro, juga antar negara seperti ke/dari Belgrade-Serbia, Dubrovnik-Kroasia, Skopje-Makedonia, Sarajevo-Bosnia Herzegovina.

5.Visa diperlukan pengurusannya di kedutaan Montenegro sebelum Anda berangkat, hubungi Kedutaan Montenegro di Jakarta untuk persyaratan dan proses pengurusannya.

6. How to Get There
Turkish Air : Jakarta – Istanbul – Podgorica
Qatar Air : Jakarta – Doha – Podgorica
atau silahkan hubungi biro jasa perjalanan langganan Anda, jika dirasa sulit menemukan penerbangan langsung ke Podgorica, bisa diambil alternatif dengan terbang menuju kota Dubrovnik, Kroasia dan dilanjutkan dengan bis umum dengan durasi kurang lebih 3 jam

7. Where to Stay:
Hotel Rende Vouz
Pjaca od mlijeka 584
Kotor – Montenegro
Phone : +38269043377


Related post mengenai kota-kota di Negeri Balkan, bisa klik disini.


















INSTAGRAM FEED

@soratemplates